@mwv_mystic
Sy pernah diskusi dengan guru fisika.. Hal spt itu ada penjelasan ilmiahnya, bahkan santet pun bisa dijelaskan scr ilmiah. Semua bermuara pada hukum einstein. Bahkan dia bisa menguraikan rumusnya. Jadi supranatural adalah natural yang tdk mampu dijangkau energi normal manusia.
Part 1 selesai yaa.. lanjut part 2 minggu depan. Cerita ini sudah selesai di karyakarsa. Kalau mau ba bisa langsung ke sana aja.. jangan lupa support, follow dan retweet yaa.. terima kasih orang-orang baik...
@minangtra
@mwv_mystic
Ngeri... Jadi setuju kan kalau santet itu memang benar2 ada dan bisa dijelaskan scr ilmiah. Tetap itu peran jin, tapi cara kerja mereka bisa dipelajari dengan hukum fisika 😁
Kami memutuskan tetap melanjutkan perjalanan dengan memakai jas hujan. Hingga ketika kami hampir sampai di pos 2 tiba-tiba ada suara petir sangat keras menyambar di dekat kami.
Bersambung....
GUNUNG SUMBING 1998
(Ketika Batas Hidup dan Mati Tinggal Seujung Jari)
Part. 1
Bulan Desember tahun 1998
Saat itu usiaku belumlah genap 17 tahun dan aku masih duduk di kelas 2 SMA.
Menurut penuturan beliau, nanti kami akan bertemu dengan persimpangan. Untuk menuju ke puncak kami harus tetap lurus, sedangkan jalan yang berbelok adalah lokasi patung hanoman yang dikatakan bapak tadi.
Bersambung...
@mountnesia
Sebab yg sebenarnya terjadi sudah ada yg menemani dan mencoba menolong, bahkan sebelum korban meninggal sudah ada upaya dibawa turun. Jadi jangan semata-mata menyalahkan teman2nya. Terlepas benar atau salah cara penanganannya. Itu persoalan lain lagi
Tenaganya sungguh luar biasa. Kami berempat hampir tidak sanggup menahannya. Meski pada akhirnya dia menyerah lalu melemah dan kehilangan kesadaran.
Bersambung...
Di suatu siang saat jam istirahat kedua, salah satu temanku mendatangiku yang sedang asyik merokok di pojok belakang toilet sekolah. Ya.. salah satu kelakuan nakalku saat sekolah dulu adalah merokok, kuharap tidak ada yang menirunya.
Setelah menghabiskan beberapa batang rokok sembari ngobrol bersama kernet bus akhirnya kami sampai juga di Desa Garung. Kuhirup sedalam-dalamnya udara sejuk kaki gunung sumbing yang sekaligus gunung sindoro karena letaknya bersebelahan.
@mountnesia
Tujuan sy kasih kronologi yg sebenarnya ini bukan tentang penyakit yg diderita dan cara penanganannya saat di lokasi ya. Tapi tentang mengcounter berita yg menyebutkan korban DITEMUKAN porter sudah dlm kondisi tdk bernyawa.
Mimpi apa ini, batinku.
Kulihat di sampingku Anton ternyata masih tertidur dengan gayanya yang khas. Aku memandang keluar untuk mengenali sampai di mana saat ini. Ternyata bus ini sudah sampai di Temanggung. Berarti sebentar lagi kami akan sampai di Garung.
Ternyata aku tadi tertidur cukup lama. Tetapi di dalam mimpi serasa hanya beberapa menit saja. Kutarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya dengan cepat seolah membuang segala beban yang ada di benakku.
Harap dimaklumi, jiwa muda yang masih membara terkadang membuat kami mengesampingkan risiko yang mungkin saja terjadi akibat dari perbuatan nekat dengan minim perhitungan.
Banyak pendaki yang beristirahat sementara waktu di bulan puasa. Berbeda denganku dan Anton yang tetap pergi mendaki gunung meskipun sedang di bulan suci. Dan kami juga tidak puasa. Sungguh laknat kelakuan kami di masa dulu. Kuharap kalian yang membaca ini tidak menirunya.
"Jalan aja yuk, Ton. Jangan kelamaan di sini. Dingin" ucapku setengah berbisik kepada Anton.
Anton mengangguk lalu segera beranjak dan kami mengikuti dibelakangnya.
Bersambung...
PENDAKIAN MALAM SATU SURO DI GUNUNG SINDORO TAHUN 2000
Part 1
Mengingat kembali setiap detail kejadian lbh dari 20 tahun yg lalu bukanlah hal yg mudah. Apalagi menuangkannya ke dalam sebuah cerita. Bnr2 menguras energi. Semoga apa yang sy ingat bisa sy sajikan sebaik mungkin.
Prolog
Tidak pernah terbayangkan sedikitpun aku akan mengalami semua kejadian ini. Nyawa keempat temanku akhirnya melayang dengan cara mengenaskan, menyisakan aku sendiri yang harus menjalani sisa umurku dengan penuh rasa bersalah.
Lokasi basecamp jaman dulu cukup jauh dari jalan raya. Sebetulnya kami bisa saja menyewa ojek, tetapi mengingat isi kantong kami yang pas-pasan, maka uang itu akan lebih berguna jika kami gunakan untuk menambah logistik.
"Berangkat..." Timpalku.
Ya begitulah kami saat itu ketika merencanakan pendakian. Sedikit saja keyakinan sudah cukup untuk memantapkan keberangkatan kami. Sisanya dipikir nanti sambil jalan.
Kuisi setiap kisi-kisi paru-paruku dengan udara segar pegunungan ini. Terasa sangat segar. Sangat berbeda dengan udara perkotaan yang penuh dengan polusi.
Tetapi dari segala pengalaman itu, kami bisa belajar untuk semakin mempertimbangkan segala hal, menghitung segala risiko dan membuat antisipasi di perjalanan-perjalanan berikutnya.
Meskipun tergolong cukup bandel semasa sekolah, tetapi kami berprinsip tetap harus berusaha menjaga nama baik sekolah dengan tidak menggunakan seragam sekolah ketika bolos, karena sekolah kami termasuk sekolah favorit di kota kami.
Jika kalian pernah naik ke Gunung Sumbing via Garung dan menemui plang besar bertuliskan "STICK PALA", maka di dekat situlah letak basecamp Gunung Sumbing jaman dulu. Kalau sekarang setahuku sudah dipindahkan agak ke bawah, lebih dekat dengan jalan raya.
Part 1 selesai yaa..
Part 2 (tamat) sudah tersedia di karyakarsa. Buat yang mau maraton sekaligus beri dukungan bisa langsung meluncur.
Jangan lupa juga follow akun ini yaa.. terima kasih
Tidak keberatan sama sekali, kami pun mengajaknya untuk bersama-sama merayapi Gunung Sumbing melalui jalur-jalur setapaknya menuju ke puncak tertingginya. Aku lupa nama orang itu, sebut saja namanya Wahid, seorang mahasiswa dari Jogja.
Sontak aku menghentikan langkahku lalu memegang pundak Mas Wahid untuk menghentikan langkahnya karena sosok itu berdiri tepat menghadang di depan kami.
Bersambung...
Kubangunkan Anton lalu mengajaknya merokok di belakang di dekat pintu. Kupikir, daripada memikirkan mimpi tidak jelas itu, lebih baik ngobrol sambil merokok di belakang. Siapa tau juga di sana ada cewek cakep yang bisa menyegarkan pandangan mata.
Sebelum menaiki bus yang akan membawa kami ke basecamp Gunung Sumbing yaitu di Desa Garung, Wonosobo, kami sempatkan mampir ke toilet terminal dulu untuk mengganti pakaian seragam kami dengan pakaian biasa.
Tapi aku tak bisa mengenali ini di kota mana. Yang jelas banyak gedung-gedung menjulang tinggi, jalan-jalan pun terlihat sangat besar, tidak seperti jalanan di kotaku. Tak lama berselang orang-orang di sekitarku berlarian kesana-kemari tak tentu arah.
Hari yang ditentukan untuk pendakian Gunung Sumbing pun telah tiba. Dengan nekat "cabut" dari sekolah saat jam istirahat pertama di hari sabtu, aku dan Anton segera menuju ke terminal.
Bus kini telah meluncur. Usai membayar ongkos, kami pun beristirahat karena perjalanan ini lumayan lama. Kulihat Anton sudah tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Dengan model tidurnya yang khas yaitu mulut terbuka, dia terlihat cukup lelap.
Ketika aku tertidur, aku mengalami mimpi yang cukup aneh. Di dalam mimpiku itu aku seperti sedang berada ki kerumunan banyak orang. Kulihat di sekelilingku ternyata aku berada di tengah-tengah sebuah kota.
Kulihat beberapa orang berpenampilan khas pendaki di sekitar sini. Mungkin mereka juga akan mendaki Gunung Sumbing sama denganku. Tidak terlalu ramai meskipun akhir pekan. Wajar saja karena saat ini bulan puasa.
Aku pun berusaha ikut tidur pula, tetapi sedari tadi kucoba memejamkan mata kurasa sangat sulit untuk bisa menyelami alam mimpi. Ada sedikit perasaan mengganjal dalam hatiku yang justru tak kupahami apa itu.
Malam mulai menjelang. Kami telah bersiap memulai pendakian. Tepat sebelum kami mulai melangkah, ada seseorang yang menemui kami dan meminta bergabung karena dia mendaki seorang diri.
Lalu tak lama muncul kobaran api dimana-mana. Asap tebal membumbung. Mirip kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Tp ini berbeda, kenapa aku bisa bilang berbeda? Krn berita tentang demonstrasi, reformasi, dan chaos di beberapa wilayah di Indonesia saat itu selalu kuikuti melalu siaran tv
Ketika cakar makhluk itu hampir mengenaiku, tiba-tiba... Claap... Seluruh tempat ini dipenuhi cahaya putih yang sangat terang, bahkan menyilaukan. Seketika itu pula aku pun terbangun dengan nafas tersengal dan keringat bercucuran.
Meskipun saat itu aku masih SMA, tetapi jauh di dalam benakku ingin sekali bergabung dengan kakak-kakak mahasiswa di jalanan untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan.
"Sialan, kucari-cari di kantin ga ada tenyata mojok di sini pacaran sama asap" ucapnya.
"Nih" jawabku singkat sembari memberikan rokok yang baru kuhisap.
Part 1 selesai sampai di sini yaa.. Sampai jumpa hari senin untuk part selanjutnya.
Yang tidak sabar mau baca lanjutannya, sudah tersedia di
@karyakarsa_id
sampai part 4.
Hanya bermodal cahaya senter untuk mengusir kepekatan serta sedikit obrolan untuk memecah kesunyian. Ya benar memang sunyi karena ternyata kami tidak berbarengan dengan kelompok pendaki lainnya.
"Bang Sandi kemana ya?" Tanyaku pada mereka.
"Ikut kegiatan peserta. Kayaknya lagi penjelajahan sambil latihan navdar dan survival" jawab Aris
"Aku mau nyusul mereka ah. Penasaran kegiatannya seperti apa" sambung Aris lalu segera beranjak meninggalkan kami berempat.
Bersambung
Kupandangi saja ke arah jendela bus yang telah basah di sisi luarnya akibat hujan yang memang wajar turun di musim ini. Siapa tau dengan memandang ke luar bisa membuatku menjadi ngantuk dan terlelap dengan sendirinya.
"Gampang. Aku ada segini, tinggal nambah dikit paling cukup. Yaa.. paling ga buat berangkat, logistik, rokok. Pulangnya tar gampang, kita mampir ke tempat saudaraku di Temanggung minta ongkos pulang.. hahahaha" ucapnya.
Beberapa detik saja, makhluk itu mengamuk dan mengambil orang-orang di sekitarku lalu memakannya. Aku pun menjadi sangat takut dan panik. Aku coba berlari entah kemana yang jelas mencoba menghindari makhkuk itu. Tapi sial, makhluk itu melihatku. Dia lalu mengejarku.
Setelah melemaskan otot dan melepaskan penat akibat perjalanan yang cukup lama di dalam bus, kami mulai melangkahkan kaki menuju ke basecamp Gunung Sumbing yang letaknya hampir di ujung desa.
Tak berapa lama usai kami membicarakan hal itu, tiba-tiba hujan mulai turun. Sebetulnya hal yang wajar saja karena sekarang sedang musim hujan, tetapi entah kenapa aku merasa ada hal janggal saat ini.
Maklum kami masih minim ilmu waktu itu. Tetapi setelah mendapatkan pendidikan khusus, kami mulai merubah kebiasaan. Sekarang kami lebih memprioritaskan mendaki saat siang. Karena risikonya jelas lebih kecil.
Dalam pelarianku itu, di kejauhan aku melihat kedua orang tuaku berdiri lalu tersenyum. Saat aku hendak berlalu menuju tempat kedua orang tuaku berada, sepintas aku melihat tangan makhluk itu mengayun menuju ke arahku. Kulihat ada semacam cakar yang panjang dan runcing.
Jaman dulu memang kami menyukai perjalanan pendakian malam hari. Fikir kami dulu, mendaki malam hari itu lebih nyaman karena adem dan tidak terlihat berat dan terjalnya medan pendakian.