Pembual-bual cerita:
Aksara Amananunna (2014)
Ibu Susu (2017)
Buanglah Hajat (2020)
Rekayasa Buah (2021)
Karavansara (2022)
Orang Keren Tidak Menengok (2023)
Halo, buku pertama saya yang terbit 10 tahun lalu, "Aksara Amananunna", akan dicetak ulang. Buat yang belum sempat kebagian baca, silakan ditunggu edisi dengan sampul baru bikinan Mas Wulang Sunu ini.
Terima kasih buat KPG, Mbak Christin, dan Teguh atas cetak ulangnya ini. :)
Oke saya sudah nonton beberapa episode "Emily in Paris", dan sebagai orang yang tinggal di Paris, walau baru 2 tahun hampir 3, kurang lebih begini pendapat saya soal setereotipe-setereotipe Paris di serial itu (yang klise dan berlebihan).
Baru dapat kabar panas dari KBRI Prancis, silakan disebarkan atau ditanggapi. KBRI prancis menekan orang Indonesia yang terlibat di film produksi Prancis ini. Ceritanya, kurang lebih, mengkritisi segala jenis korupsi-korupsi terkait bisnis minyak sawit.
Aku dari awal nulis gak pernah musingin label "sastra" atau "bukan sastra". Tulis aja apa yang mau kamu tulis. Kalau kamu mau tulis cerita remaja, tulis. Mau tulis cerita detektif, tulis. Mau tulis fiksi ilmiah, tulis. Mau tulis cerita soal eek, tulis.
Aku bukan penulis terkenal, tapi kalau ada kawan-kawan yang berdiam di rumah dan butuh semacam hiburan berikut cerpen-cerpen yang pernah kutulis dan dimuat di beberapa media:
Bu, kok nggak disebut apa yang dibilang jurnal itu soal kenapa angkanya tinggi?
Ini dikutip dari jurnal yang sama:
"The model postulates that sexual minorities are at risk of health problems because they experience aunique, chronic stress as a result of their minority status."
Soal homofobia yang tidak mengganggu orang lain, saya cuma bisa jawab dengan pesan ini; ini balasan dari ibu saya setelah saya menolak anjuran menikah, untuk yang kesekian kali.
Sejak itu saya paham saya tidak akan pernah jadi anak yang punya hidup sempurna di mata beliau.
Saya gay. Saya gay dari lahir, bukan karena pengaruh ini itu. Dan saya tumbuh besar di lingkungan super relijius, keluarga relijius. Dan menjadi gay di situasi tersebut siksaannya luar biasa.
@riojohan
Jadi...yg spt ini kira² obat nya apa ya mas. Sudahkah mencoba menerima apa ada nya pemberian Alloh. Menikmati nya dengan secukupnya, dan...syukuri bhw semua yg ada di kita adalah karunia-Nya. Dengan niat lillah, saya yakin tiap usaha kita, akan bernilai di hadapan-Nya.
Cuma mau berbagi karena sekarang aku sudah ada di tempat yang lebih baik dan bahagia, tapi ini catatan dari rumah sakit yang menangani aku waktu tanggal 29 kemarin nenggak butir-butir parasetamol.
Kumpulan Cerpen yang semoga lancar terbit tahun ini.
Isinya cerpen-cerpen konyol yang gak pernah dan gak akan bisa diterbitkan di koran-koran adiluhung Indonesia. (Beruntung media-media online semacam Bacapetra, Kumparan+, Vice, dan Jakartabeat sudi memuat beberapa judul.)
Sewaktu nulis novel soal eek ini gak berharap banyak bakal diapresiasi seperti ini, soalnya ya isinya soal eek, bukan tema agung, dan aku tahu betul risikonya. Terima kasih buat Tempo dan juri-juri yang telah memilih "Buanglah Hajat pads Tempatnya."
I'm in my lowest again. I've taken 3 attempts of ending my live this month, the worst of which were last February: I took 22 pills and ended up hospitalized (as I was found by a friend in front of the entrance of a movie theatre). And since then I'm only getting worse and worse.
Yang lebih menarik soal senyum ini: aku punya teman orang Prancis yang pernah kerja di gerai merek mewah (macam Prada, Dior, gitu), dan di situ pelayan-pelayannya emang disuruh gak senyum, pasang muka jutek. Muka jutek lebih memberi kesan mewah dan mahal ketimbang senyum. Hahaha.
Menurut orang-orang Paris ya ini biasa aja. Mereka gak mau buang-buang waktu orang lain dan gak mau orang lain buang-buang waktu mereka juga.
Perlu diingat: ini drama seri Amerika, tokoh utamanya Amerika, dan Paris (dan orang-orangnya) pun diliat dari kacamata Amerika.
Kalau gak dimulai dengan "Bonjour!", kemungkinan bakal diangap gak sopan dan dicuekin, ini biasanya yang menimbulkan bentrok budaya dengan orang-orang Amerika. Di Amerika kayaknya biasa aja, misalnya, di kafe, langsung bilang "Espresso please!" (tanpa "Hello!"/"Hi!" dsb).
/1/ Orang-orang Prancis Sombong
Gak juga, relatif sih. Sebetulnya bukan sombong, tapi karena memang mereka gak suka basa-basi. Ada pendapat, "Orang Amerika tuh ibarak buah persik, orang Prancis tuh ibarat kelapa. Persik: lembut di luar keras di dalam. Kelapa: sebaliknya."
Itu kemarin waktu film-film Indonesia jebul di festival-festival (Venice, Berlin, dll), orang-orang pada teriak "INDONESIAN NEW WAVE". Lah sekarang isi NEW WAVE-nya horor kabeh?
Saya kepikiran untuk memajang terjemahan saya atas buku berbahasa Perancis berikut ini di blog dan membagikannya secara gratis kepada teman-teman. Berhubung ini semcam kumpulan cerpen tipis untuk anak-anak, rasanya mustahil ada penerbit yang tertarik.
Satu lagi: di Prancis, sudah jadi kebiasaan (wajib malah) untuk mulai percakapan (terutama dengan orang asing) dengan "Bonjour" atau minimal "Hi!" atau "Hello!". Mau beli roti, "Bonjour!" dulu, mau beli baju "Bonjour!" dulu, beli sempak, "Bonjour!", beli kondom, "Bonjour!"
Sastra Indonesia kan emang homofobik, sudah tahu ini sejak 2014. Hahahahahahaha. Spektrum homofobianya beragam: dari yang "keliatannya progresif, tapi ternyata homofobik" sampai yang "terang-terang homofobik".
Sebetulnya yang lebih menarik dibahas dari viral "bahasa Indonesia miskin" itu, alih-alih bully Indah G, ya soal "inferioritas bahasa" yang menjamur di kalangan menengah ke atas, terutama ibukota. Maksudnya, betapa banyak orang mikir ngocah-ngoceh bahasa Inggris otomatis PINTAR.
Ini nyambung ke stereotipe orang Amerika di Paris yang lain: suka maksain standar/gaya/budaya Amerika ke negeri lain. (Kalau gak, dibom, diinvasi kayak Vietnam, Irak, Afghanistan, hehe). Dan ini keliatan banget di tokoh Emily. Dia kantornya dia seenaknya maksain pola pikirnya ...
APRIL
"Cerita-cerita di buku ini akan melemparkan pembaca ke dunia-dunia yang absurd, dan barangkali juga keren, kepada tokoh-tokoh yang ganjil, dan boleh jadi juga keren, dan juga ke dalam dongeng-dongeng yang ajaib, dan sudah pasti juga keren."
Aku enggak setuju sama frasa "membumbui ceritanya dengan adegan seks", karena ada banyak cerita di dunia ini di mana seks hadir bukan sebagai bumbu, tapi bahan utamanya.
Ini nih penjelasan lebih lanjut dari Macron buat orang-orang Indonenong yang gagal paham. Di sini dia bilang orang-orang banyak salah paham, mengira kalau dia "mendukung karikatur (yang di majalah Charlie Hebdo) yang menghina nabi."
On m'a fait dire : « Je soutiens les caricatures humiliant le prophète ». Moi, je suis favorable à ce qu'on puisse écrire, penser, dessiner librement dans mon pays. C'est un droit, ce sont nos libertés. Je comprends que ça puisse choquer, je respecte cela, mais il faut en parler.
Di Paris, kalau kamu mau nanya jalan, misalnya, ya orang bakal jawab seperlunya. Nggak ada basa-basi, "Kamu mau ke mana? Mau ngapain di sana?" Kalau kamu beli roti di toko roti, ya obrolannya seperlunya, gak bakal ada basa-basi remeh-temeh ala orang-orang Anglo-Saxon.
Satu cerpen yang saya terjemahkan dari bahasa Perancis: "Kambing Pak Seguin" (La Chèvre de monsieur Seguin).
Dongeng klasik kambing melawan serigala yang dibingkai dalam surat seorang editor majalah untuk seorang penyair yang sudah menolak tawarannya.
Orang-orang Prancis punya kebanggaan dengan bahasa mereka, gak kayak orang Indonesia haha. Alasannya? Ada banyak sih, dan bisa dirunut panjang sejarahnya. Sebelum PDII, bahasa internasional, terutama kaum elit dan intelektual, di Eropa ya bahasa Prancis.
/3/ Apartemen di Paris Gak ada Lift
Betul. Karena gedung-gedung di sini hampir semua bangunan tua, dan dipertahankan kayak gitu apa adanya. Kecil-kecil. Dan susah ditambahin lift: ada yang bisa, ada yang gak bisa. Dan kebanyakan yang bisa pun liftnya kecil: cuma muat dua orang.
Jadi, ya, kalau nyasar di Paris dan gak bisa bahasa Prancis, baiknya nanya sama yang muda, dan jangan lupa "Bonjour!" dulu. "Bonjour! Sorry, I cannot speak French, but bla bla bla ...", gitu.
Senang sekali hari ini salah satu cerpen di buku saya "Rekayasa Buah" diterjemahkan oleh Chef Bara Pattiradjawane jadi sebuah menu makanan. Resep lengkapnya bisa dibaca di Instagram Chef Bara (atau di halaman Jakarta Content Week).
P.S. Foto diambil dari Instagram Chef Bara.
Lucu liat akun yang ngakunya sudah menghasilkan dua buku dan enam film, tapi menanggapi twit kritik film dengan "agenda dan egomu yang ketinggian". Kenapa enggak kritik balas kritik aja? Tahu apa soal agenda dan ego orang secara personal?
Kabar terakhir, KBRI Prancis marah dan panas dengan film ini. Orang-orang Indonesia yang kedapatan terlibat, mulai yang mengajar bahasa Indonesia untuk aktor non-Indonesia, sampai figuran-figuran, kabarnya, diminta memita maaf dan membuat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi.
Mau berbagi kabar baik: kemarin saya barusan dapat e-mail dari ESRA (École Supérieure de Réalisation Audiovisuelle), satu sekolah audio-visual di Prancis, dan proposal saya untuk belajar di situ diterima. Lebih dari itu, saya ditawari beasiswa juga. :)
Terjemahannya, kurang lebih, "Saya tidak membuat film ini dengan tujuan untuk 'berinovasi'. Tapi, di Jepang, mulai banyak bermunculan karya-karya hiburan yang umumnya disebut "Boys Love". Ini semacam sebuah genre kultural, biasa disebut "BL" juga. Bisa ditemukan di manga, ..."
Lauréat de la Queer Palm au
@Festival_Cannes
2023, L’INNOCENCE est actuellement au cinéma ! 💚 Pour l’occasion, le réalisateur Kore-Eda Hirokazu nous parle de l’homosexualité dans le cinéma et la culture japonaise.
Séances et réservations :
Dan ini jadi agak aneh karena dia kan kerja di kantor yang isinya orang Prancis ya. Di serial itu sepanjang episode seisi kantor secara ajaib takluk sama bahasa Inggris-nya Emily. Kenyataannya gak begini! Kalau ada pegawai asing, ya pegawai asing itu harus bisa bahasa Prancis.
Ada yang nanya rekomendasi film-film soal Paris/berlatar di Paris yang lebih top dan mantep daripada "Emily in Paris". Berikut rekomendasiku, semuanya bikinan sutradara Prancis:
Stereotipe orang Amerika di Paris ya: ngomongnya kuat-kuat, lantang-lantang. Orang Prancis yang gak suka ngomong lantang-lantang gak suka ini. Perbedaan budaya aja sih, tapi ya, sesuai pepatah, kalau lagi di Roma, bertingkah-laku kayak orang Roma kan?
@chrysan_liar
@sheknowshoney
Sebagai warga negara, dia punya hak untuk terlibat dalam politik, salah satunya terlibat dalam mengkritisi pemerintahan. Dan kalau dia terlibat dalam proyek seni yang mengkritisi pemerintah, itu bagian dari haknya sebagai warga negara juga.
Segera.
Awalnya novela ini saya maksudkan untuk terbit dalam satu kumpulan cerpen. Tapi kemudian saya pikir, cerita ini lebih kuat berdiri sendiri. Jadilah begini.
:)
Ini terjemahan pertamaku yang diterbitkan. Semoga jadi gerbang untuk memperkenalkan penulis-penulis yang belum dikenal di Indonesia dan menurutku menarik untuk dikenal pembaca Indonesia.
:)
sore2 gini enaknya kasih bocoran buku Mimoooi berikutnya. Perkenalkan: Marcel Schwob. Disebut2 sebagai "bapak surealisme", pengaruhnya memanjang hingga Jorge Luis Borges, Italo Calvino, Roberto Bolaño. Penulis
@riojohan
menerjemahkan "Le Livre de Monelle" utk kita, Gengs!
Tapi ya gedung-gedung di sini ya gak tinggi-tinggi amat, paling cuma 7 tingkat. Ada larangan bikin gedung tinggi di dalam Paris. Gedung tinggi terakhir ya Montparnasse, dibuat tahun 70-an, dan orang-orang kecewa, jelek, merusak muka Paris. Habis itu gak boleh bikin gedung tinggi.
Jadi selama satu mingguan ini, dari tanggal 26 Juli sampai 2 Agustus 2020, saya liburan bertualang ke beberapa puncak gunung di wilayah Drôme dan Alpen di Prancis, sekaligus juga mengunjungi beberapa kotanya. Twit-twit berikut semacam rangkuman perjalanan saya.
Barusan nonton mutiara tersembunyi ini: "Ghashiram Kotwal" (1976), film keroyokan empat sutradara India, K. Hariharan, Mani Kaul, Saeed Akhtar Mirza, & Kamal Swaroop. Bagian dari Parallel Cinema India yang jarang disentuh.
Kalau masalah "miskin" tidaknya suatu bahasa cuma dinilai dari jumlah perbendaharaan kata, ya Indonesia jelas kalah sama bahasa Inggris. Ini soal angka. Tapi kekayaan dan keunikan bahasa kan seharusnya juga soal nuansa.
Mau cerita dikit tentang pertukaran (atau percakapan) yang sering muncul antara aku dan beberapa penulis (muda) Prancis dan Inggris yang kukenal di sini. Terutama soal "tema", "gaya", "pendekatan" dan bagaimana "diri sendiri memandang" kepenulisan.
Di Shiraz, dua bersaudara Surin dan Shirin bertemu Tuan Babak, seorang saudagar kaya. Keduanya lantas diadopsi serta turut dalam setiap perjalanan Tuan Babak. Dari sana petualangan dari satu karavansara ke karavansara lainnya dimulai.
Sebetulnya mau komentari "tetap bisa bernilai sastra, bukan sekadar propaganda politik identitas belaka" di diskusi nanti, tapi karena sudah ramai, aku komentari singkat aja pertanyaan kuno ini.
Menulis dari Tepi
Bagaimana tradisi penulisan sastra queer di Indonesia sebenarnya? Apa siasat mereka agar tulisan mereka tetap bisa bernilai sastra, bukan sekadar propaganda politik identitas belaka? Diskusi 14 Nov., pk.11.30. Gratis. Pendaftaran
@kikispaghettii
@chrysan_liar
@sheknowshoney
Aku sudah nonton. Filmnya mengkritisi keterlibatan semua pihak kok, pabrik sawit, pemerintah Indonesia, TERMASUK JUGA, kemunafikan dan keterlibatan kotor pemerintah Prancis (juga Kanada) dalam industri sawit.
Aku gak tahu ini "propaganda politik identitas" atau "nyastra" (dan gak teralu mikirin itu ketika nulis), tapi ini satu-satunya cerpen queer yang kutulis yang bisa diakses di internet (sisanya cuma bisa dibaca di buku pertamaku).
/2/ Orang-orang Prancis Gak Bisa Bahasa Inggris
Ini gak 100% betul. Sudah ketinggalan zaman kayaknya stereotipe ini. Tapi betul, dibandingkan negara Eropa lain, Prancis bukan negara yang penduduknya jago bahasa Inggris. Kebanyakan yang gak lancar generasi tua.
... Tapi si Emily sendiri gak mau mencoba membuka diri/belajar dari kebiasaan/budaya/tradisi orang-orang Prancis. Belajar bahasa mereka pun kagak. Hahahahaha.
Dan aku yakin di Indonesia masih banyak juga orang-orang yang ngakunya, "gak masalah dengan LGBT selama enggak mengganggu", tapi giliran ada di keluarga sendiri gak akan segan-segan pakai kekerasan.
Dibanding Indonesia yang masih konservatif dalam urusan cinta: pacaran, nikah, hidup bahagia selamanya. Orang Prancis kayaknya sudah lepas dari pola pikir ini, dan lebih pengin nikmati hidup aja gitu.Mungkin ini yang dipandang oleh orang asing sebagai "gampang selingkuh".
Masih banyak orang yang kalau diwawancara, "Aku gak masalah dengan LGBT, asal gak menggangguku", tapi giliran anaknya yang gay, gak bisa terima, dikirim ke ustad buat dirukiyah, dipaksa buat nikah dengan lawan jenis, ada juga yang diusir dari rumah.
Di Indonesia yang masih homofobik ini, kita tidak bisa mengharapkan pertanyaan tentang orientasi seksual (misal: "Kamu gay atau straight?") sebagai pertanyaan yang netral, atau pertanyaan yang bisa dijawab dengan santai, tidak dianggap menjijikkan, menghina, membuat risih.
/5/ Orang-orang Prancis Pelit Senyum
Ini gimana ya? Kalau maksudnya gak pernah senyum sama orang di jalan, ya orang Indonesia juga gitu. Dikira orang gila malah. Tapi kalau soal pelayanan: toko roti, misalnya, yang tergantung, ada yang emang jutek, gak senyum, ada yang senyum.
Halo semua, promosi sedikit, jadi beberapa cerpen saya akan tayang secara rutin di Kumparan+.
Di Kumparan+ kawan-kawan juga bisa baca cerita karangan beberapa penulis lain seperti Faisal Oddang dan Reda Gaudiamo.
Jadi ini bukan soal Algeria kirim atlet trans, krn Imane Khelif bukan trans. Dia laki2 biologis, dgn kromosom & keunggulan fisik laki2, tp diidentifikasi sbg perempuan sjk lahir. Bukan salah dia atau Algeria.
Ya tetap gak boleh kompetisi lawan perempuan, krn sejatinya dia LAKIK.
/7/ POIN YANG PALING UTAMA: Paris dari Kacamata (Turis) Amerika
Kayak yang kubilang di awal, "Emily in Paris" ini bikinan Hollywood, dan isinya memang Paris dari kacamata (turis) Amerika. Entah disengaja atau gak, tokoh Emily di sini persis stereotipe orang Amerika di Paris.
Film favorit 2024, baru tiga ini yang betul-betul ngena:
1. Grand Tour (Miguel Gomes, Portugal)
2. Black Dog (Guan Hu, Cina)
3. All We Imagine as Light (Payal Kapadia, India)
Tapi "Emily in Paris" cuma nunjukin wilayah turis di Paris aja LOL. Bahkan si Emily gak pernah naik kereta bawah tanah! Dan jalan ke mana-mana pakai sepatu hak tinggi cuy! Khas kacamata Hollywood ini: liat Paris dari sisi eksotik, fantasiyah aja.
Ini ada lagi penulis yang protes soal inklusif/eksklusif bahasa seorang akademisi, tapi sendirinya kalau nerbitin novel di Indonesia keminggris, apa kabar dengan pembaca Indonesia yang enggak bisa bahasa Inggris (atau bahasa Jaksel)?
Pulang ke Baturaja, tempat kelahiran, besok, setelah 7 atau 8 tahun, gak pernah ke sana. Yang jelas, setelah semua pengalaman buruk di sana (dibuli, dibencong-bencongin dari SD sampai SMA), aku gak mau basa-basi lagi: gak akan terima ceramah-ceramah relijius dari orang-orang.
Saya tidak keberatan pengarang non-LGBT menulis tentang tokoh LGBT. Permasalahnnya, kebanyakan cerita LGBT yang ditulis oleh non-LGBT di Indonesia ditulis dengan kacamata heteroseksual, katakanlah heteronormatif.
Cerpen Jean Giono: Les corbeaux (Burung-burung Gagak). Tentang repotnya mendata nama-nama orang di kampung yang perlu dikabari untuk memakamkan jenazah, gitulah ...
Yang sedang di Jakarta boleh datang, diskusi buku bareng aku dan Raisa Kamila (juga Dewi Kharisma Michelia dan Hikmat Darmawan).
Di Toko Buku Blooks, 27 April 2024, 13.00.
Sebagai gay yang (terpaksa) lahir dan besar di lingkungan Islam, dan mengalami banyak penolakan (eksternal dan internal) di lingkungan tersebut, saya berharap kelak (sekalipun mustahil) akan ada jalan bagi masyarakat Islam untuk bisa memanusiakan manusia seperti saya.
#Pride
Generasi muda biasanya lebih bisa Inggris. Menurutku pribadi, sebetulnya orang-orang Prancis sedikit-sedikit banyak bisa bahasa Inggris, tapi persoalannya bukan "bisa atau enggaknya", tapi "mau atau enggaknya". Di Prancis, ya bahasa Prancis, itu menurut mereka sih.
Ada ibu di Solo yang sedang masa karantina, nunggu hasil tes, disuruh diam di rumah, tapi malah keluyuruan, malah bantuin acara nikahan (masih ada yang nekat pesta pernikahan di tengah wabah?).
Jadi yang dia dukung itu di negaranya orang bisa bebas menulis, berpikir, menggambar dengan bebas. Dia paham karikatur itu bisa membuat orang lain tersinggung, tapi solusinya ya berbicara, bicarakan.
Kurang lebih gitu. Silakan diperbaiki kalau ada yang keliru.
Aku gak nyambung sama logika "kritik atas status quo" ini ya. Dia kan menjelaskan kalau cerpen itu (menurutnya) bagus, dan dia edit jadi lebih bagus. Kalau memang niatnya menguji "media ngeliat nama besar aja", logikanya kan harusnya dia kirim cerpen yang (menurutnya) jelek.
@gnolbo
Saya melihat ada keberanian dari AS Laksana di sini. Pertama, dia berani mengkritik atas status quo yang selama ini terjadi, bahwa siapa yang mengirim lebih penting dari apa yang dikirim. Secara tidak langsung membuat AS Laksana mengaminkan bahwa itu memang terjadi—dan terbukti.
/6/ Prancis Kota yang Romantis, Bersih, Cantik
Betul. Kalau kamu main ke wilayah turisnya, wilayah pusat, kayak si Emily. Aku tinggal di dekat Place de la Republique, dan wilayah ini memang lumayan bersih. Tapi utara dikit dari Republique (Belleville), sudah mulai kotor, becek.
Koreksi, hijab gak dilarang di Prancis, yang dilarang itu niqab/burka. Alias yang nutup muka. Semua jenis pakaian/aksesoris yang menutup muka dilarang di ruang publik, yang agama maupun bukan agama. Salah satu alasannya ya kepentingan identifikasi.
Dikasih liat kebudayaan Prancis beneran langsung pd kaget. Wkwkw. When they mean by freedom of expression, they really mean it.
Makanya pelarangan Niqab/hijab itu gak sesuai nilai Prancis. Karena Prancis harusnya gak peduli org mau ekspresinya kyk apa selama gk merugikan nyata
@tokionyario
Yang jelas jangan ngarep orang-orang Prancis di kantor bakal langsung sudi ngomong bahasa Inggris, apalagi pas rapat, cuma karena ada satu orang yang gak bisa bahasa Prancis, kayak di drama seri ini.
Karena beberapa hari lalu sempat ada debat-debat seksi di Facebook soal sastra "LOKALITAS", aku mau berbagi sedikit pengalaman pribadiku berhadapan dengan kata sakral "LOKALITAS" ini.
The Zone of Interest (Jonathan Glazer, 2023): Banyak hal kenapa aku suka film ini, dan kebanyakannya berkaitan dengan hal-hal teknis. Yang akrab dengan lingkaran seni, temasuk sastra, pasti sering dengar teknis ya teknis, substansi seni haruslah melampai teknis, atau semacam itu.