Suka atau tidak, turis (dan turisme) membunuh Jogja. Saya ulangi. Turis membunuh Jogja! Dan Anda tidak salah membaca ini.

Zainal Arifin Mochtar cerita penuh tentang proses film Dirty Vote, yang sedang memanaskan Indonesia dalam beberapa hari belakangan ini.

Artikel ini berisi opini buruk Sultan Jogja tentang masalah-masalah yang menerpa Jogja. Alih-alih menyelesaikan, malah memperburuk keadaan.

Ada satu pangeran Madura yang hampir menguasai Mataram dan Jawa, sekaligus memperdaya Amangkurat II. Dia adalah Raden Trunojoyo.

Jadi masih mau jadi barista di Jogja? Itu hak Anda. Termasuk menuntut upah layak, itu juga hak Anda. Aku sih, prei.

Jangan sampai hak karyawan Waroeng SS direbut seenak udel direktur. Saya sepakat dan mendukung niat baik ini.

Dan sebagai warga Jogja, saya mengusulkan agar TPST Piyungan menjadi tempat acara pembukaan ASEAN Tourism Forum 2023.

Kok bisa ada orang bahagia di Jogja, padahal hidup mereka susah? Apa yang sebenarnya bikin orang bahagia hidup di kota ini?

Trotoar di Jogja lebih mahal daripada kebutuhan tempat tinggal rakyat. Kok bisa? Ya bisa lah, ngawur i. Istimewa og!

Mungkin, setelah eksploitasi puluhan tahun ini, pariwisata Jogja memang sudah jenuh. Jadi lesu bukan karena kritik.

Pada akhirnya, semua kembali kepada kita yang memandang dan hidup di Jogja: masihkah Jogja istimewa? Atau menjelma biasa saja?

PHK 240 karyawan Mal Malioboro dan Hotel Ibis ini bikin janji Sultan "tak ada kemiskinan di sumbu filosofi" dipertanyakan.

Jogja Gelut Day sukses menjual klitih. Menjadikan krisis keamanan dan kriminal ini sebagai alat promosi perhelatan mereka.

Kok bisa ada orang bahagia di Jogja, padahal hidup mereka susah? Apa yang sebenarnya bikin orang bahagia hidup di kota ini?

Sepertinya Kraton Jogja sedang lucu-lucunya. Hanya dalam waktu sepekan, ada saja yang bisa dikomentari dan dinyinyiri. Krezi memang.

Lha bagaimana takhta untuk rakyat, kalau alun-alun saja sudah diculik dari rakyat. Bahkan diklaim sebagai pekarangan yang selama ini diinjak-injak dan dibuat kumuh.

Pada akhirnya, opsi Jogja lockdown akan diambil oleh Sultan. Lah, dulu kenapa nggak diambil? Katanya bikin rakyat takut? Kok sekarang nggak?

Rakyat Jogja kini harus semakin menyingkir karena gempuran investasi. Kini, mereka jadi turis di tanah sendiri.

Nasib buruh gendong Jogja semakin berat di bulan puasa. Mereka pakai tenaga fisik untuk bekerja dan upah yang nggak seberapa.

Selama tiga tahun lebih Pemerintah Desa Sinduadi berupaya mengajukan permohonan sertifikasi tanah desa kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sleman. Namun, selama rentang waktu itu pula nyaris tak...

Kalau kritik dari rakyat harus disertai dari solusi juga, lha pejabat kerjanya ngapain? Udah digaji besar, tapi solusi tetap minta.

Semenjak tragedi Dago Elos makin viral, banyak orang bertanya tentang kepemilikan tanah. Bagaimana sejarahnya?

Apa itu klitih? Berikut panduan memahaminya untuk masyarakat luar Jogja yang selama ini masih bertanya-tanya.

Bisa-bisanya ada promosi wisata yang malah mencantut nama tempat lain. Jogja rasa Ubud ini sebetulnya sedang mempromosikaan siapa, sih.

Saya sedang (berusaha) mencintai takdir sebagai calon orang yang diusir dari tanah kelahirannya. Hidup di Sultan Ground memang berat.

Apakah setelah melihat realitas ini, Anda masih membela gaji di Jogja? Masih percaya upah hari ini layak asalkan hidup sederhana?

Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan untuk sementara akan menghentikan pemberian hak 'magersari' kepada warga.

Dandhy menjawab ~

Artikel ini akan membongkar kebohongan yang selama ini dipercaya masyarakat luas terhadap Jogja. Jadi, brace for impact.

Jogja, meski monarki, bukan berarti tidak boleh dikritik. Justru raja yang baik adalah raja yang mendengarkan keluh kesah rakyatnya. Jare.

Muncul wacana untuk mengembalikan pasar malam Sekaten! Namun, yang tidak terduga, acara tersebut diadakan di mal, bukan alun-alun lagi.